Sabtu, 15 Oktober 2011

Mengupas Makna Di Balik Cerita Rakyat Tuak Tegodek-godek dan Tuak Tuntel-untel (Kodok VS Monyet)

Dalam posting kali ini, saya mencoba mengangkat sebuah cerita rakyat sasak yang selalu menjadi cerita turun temurun dikalangan orang-orang tua sasak. Cerita ini sudah menjadi cerita pengantar tidur untuk anak-anak sasak.

Cerita ini adalah sebuah cerita nasehat yang dikemas dalam simbol binatang kodok (sasak :Lepang) dan Monyet (sasak: Godek) sebagai ikon pemeran utamanya. Menurut saya pemakaian ikon kedua binatang ini menjadi simbol pemeran disebabkan karakter dari kedua binatang ini yang sesuai dengan nasehat yang ingin disampaikan. Kalau kita perhatikan Kodok adalah sosok binatang yang rajin dan memiliki sifat gotong royong dan kekompakan yang tinggi, perhatikan saja pada musim hujan kodok selalu bersama-sama menyuarakan suara kompaknya dengan irama yang saling bersahutan setiap malam. Sedangkan Monyet dikenal dengan kerakusan dan kemalasannya dan selalu berdikari dalam segala hal.
Isi Cerita : Dikisahkan pada suatu hari disebuah kampung diceritakan hidup dua bersahabat yang tinggal bertetangga. Disuatu pagi ketika semua orang kampung keluar mencari nafkah, dua bersahabat ini (tuak tegodek-godek dan tuak tuntel-untel) juga akan keluar untuk mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Tuak tegodek-godek : Apa kabar pagi ini ya ahi ?
Tuak tuntel-untel      : Alhamdulillah sehat dan segar, Antum bagaimana ya ahi?
Tuak tegodek-godek : Ya beginilah diriku, seperti yang ahi lihat. Bagaimana program hari ini ? Ana    ada usul, Bagaiman kalau hari ini kita pergi ke sungai mencari pohon pisang yang hanyut untuk ditanam ?
Tuak tuntel-untel     :  Boleh tuh, let's go my brother !
Akhirnya kedua bersahabat ini berjalan bersama menuju sungai untuk mencari pohon pisang yang hanyut. Dan ketika sudah sampai di sungai mereka menunggu beberapa saat dan pucuk di cinta ulampun tiba, sebatang pohon pisang terlihat terapung-apung dari hulu sungai. Kemudian mereka menangkapnya dan membawanya naik ke pinggiran sungai.
Pohon pisang tersebut di bagi dua, dan karena kerakusan dan kemalesan serta sifat egosentrik sang monyet (tuak tegodek-godek) yang dungu dia memilih bagian atas dari pohon pisang tersebut dengan alasan kalau milih ujung pisangnya akan cepat berbuah.
Dan berkat kesabaran dan kecerdasan sang kodok (tuak tuntel-untel) dia mengambil batang pisang bagian bawah, karena dia tau kalau pisang dapat berbuah jika yang ditanam adalah bagian bawahnya.
Setelah pembagian selesai mereka berdua pulang dengan masing-masing bagiannya, dan sesampai di rumah Tuak tuntel-untel (kodok) menanam batang pisangnya dan di rawat setiap hari dengan telaten. Tapi sebaliknya Tuak tegodek-godek (monyet) menggantung pohon pisangnya diatas pohon, katanya biar cepat tinggi.
Setiap hari tuak tegodek-godek datang kerumah tuak tuntel-untel untuk menanyakan kabar tanaman pisangnya, dan ttuak tuntel-untel selalu memberi tahukan setiap perkembangan dari pohon pisangnya dan tuak tegodek-godek selalu berkomntar sama seperti yang di ceritakan tuak tuntel-untel mengenai kondisi pohon pisangnya sehingga tuak tuntel-untel merasa bersukur atas upaya temannya yang mengikuti kesabaranya.
Dan setelah beberapa bulan, pohon pisang tuak tuntel-untel(si kodok) berbuah dan matang, kabar itu diketahui oleh tuak tegodek-godek (si monyet). Dan sperti biasa dia mengatur siasat untuk mengakali temannya yang telah berhasil.
Keesokan harinya si monyet mendatangi rumah si kodok dan menawarkan diri untuk mengambilkan buah pisangnya yang matang, karena si kodok tidak bisa naik. Dengan gembira si kodok menerima tawaran temannya, karena dia sendiri tidak bisa memanjat. Akhir kata si monyet dengan sigap melompat keatas pohon dan mengambil satu persatu buah pisang yang matang dan langsung di makannya.
Dengan bersedih si kodok meminta agar si monyet memberikan sebagian dari buah pisangnya, tapi karena kesombongan dan keserakahannya dia hanya memberikan kulitnya saja kepada si kodok, sampai buah pisang nya habis. Dan si kodok hanya mengelus dada dengan keadaan yang menimpanya sambil berucap " Semoga Allah memaafkan dosa dan kekeliruan sahabatku "

Pelajaran Yang bisa diambil dari cerita si kodok dan si monyet
Seperti biasa para orang tua sasak setelah menceritakan kisah ini selalu memberikan nasehat-nasehat yang berkaitan dengan bagaiman kita hidup sebenarnya dalam perjalanan dunia ini, seperti perilaku si kodok. Dan memesankan kepada anak-anaknya jangan pernah menjadi si monyet yang serakah dan sombong.
Mohon di renungi " Kini kehidupan ala cerita diatas banyak kita lihat, dimana orang-orang rela menghianati persahabatan hanya untuk sebuah kekuasaan, pada saat belum berkuasa si monyet dengan santun dan sabar mencari dukungan dan partisipan, dan setelah di pucuk kekuasaan jangan kan menyapa, melirik aja ogah kepada orang-orang yang telah menemaninya dalam mencapai kekuasaan itu" Kata nya sih nggak level gitu lho........ bergaul ama kamu..
Subhanaallah.......








Comments :

1
@DEN"S mengatakan...
on 

bolehlah

Posting Komentar

 

Copyright © 2009 by Tkp News

Template by Blogger Templates | Powered by Blogger